watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

NONTON DIBIOSKOP

Pada akhir Januari 2004, aku dan pacarku
(Michael) menonton film Lord Of The Ring 3 di
sebuah mall besar di Jakarta Barat. Film dimulai
sekitar jam 4 sore.
Karena keberuntungan saja, kami dapat tiket pada
kursi deretan paling atas (berkat mengantri 5 jam
sebelumnya) walau berada di hampir pojok
kanan. Film ini sangat digandrungi anak-anak
muda saat itu, jadi kami perlu memesannya jauh
sebelum film dimulai.
Aku sebenarnya kurang begitu suka film seperti
ini namun karena pacarku terus membujuk,
akhirnya aku ikut saja. Lagipula aku merasa tidak
rugi berada di dalam bioskop selama 3 jam lebih
karena memang selama itulah durasi film
tersebut.
Setelah duduk di dalam bioskop, kami membuka
‘perbekalan’ kami (berhubung selama 3 jam ke
depan kami akan terpaku di depan layar). Aku
mengeluarkan popcorn dan minuman yang telah
kami beli di luar.
Michael duduk di sebelah kiriku. Dua bangku
paling pojok di sebelah kananku masih kosong.
Beberapa menit kemudian, trailer film-film sudah
mulai diputar. Menjelang film Lord Of The Ring
dimulai, seorang pria bersama pacarnya duduk di
sebelah kananku. Aku hanya dapat melihatnya
samar-samar karena suasana di dalam ruangan
itu sangat gelap.
Pria itu duduk tepat di sebelah kananku dan
pacarnya di sebelah kanan pria itu. Mereka pun
mengeluarkan makanan dan minuman untuk
disantap selama film diputar.
Sepuluh menit berlalu setelah film tersebut
berjalan. Aku sekilas melihat pria di sebelahku
menaruh tangan kirinya di alas lengan di antara
kursi kami berdua. Sedangkan tangan kanannya
menggenggam tangan pacarnya.
Ia mengenakan sebuah cincin dengan hiasan batu
cincin besar yang sangat mencolok di jari tengah
tangan kirinya. Dan di jari manisnya ia
mengenakan sebuah cincin yang sangat
sederhana. Menurut analisaku pria ini telah
menikah. Selain dari cincin yang kuduga adalah
cincin pernikahan, aku juga melihat sekilas wajah
pria itu.
Kulitnya lebih hitam dari kulitku yang putih (aku
dari keturunan chinese). Dari wajahnya aku
memperkirakan umurnya sekitar 35-an. Akan
tetapi aku tidak sempat melihat wanita yang
datang bersamanya (istrinya?). Pikiranku
menduga-duga apakah pria ini sedang
berselingkuh dengan wanita lain. Namun segera
aku tepis pikiran itu dan mengatakan pada diriku
sendiri bahwa pria itu sedang bersama istrinya
dan tidak perlu aku berprasangka buruk terhadap
mereka.
Aku kembali berkonsentrasi pada film di layar di
hadapanku sambil menikmati kudapan. Sesekali
Michael juga meraup popcorn yang kupegangi
itu. Michael begitu serius menonton. Memang ia
sangat menyukai film yang merupakan akhir dari
2 seri sebelumnya. Setengah jam kemudian,
semua makanan dan minuman yang kami beli
tadi sudah habis.
Boleh dikatakan film itu sangat tegang. Dengan
adegan perang yang sangat seru, mataku mau
tidak mau terpaku pada layar. Pada satu adegan
yang mengejutkan, aku sampai terlonjak dan
berteriak. Michael meraih tangan kiriku dan
menggenggamnya dengan lembut. Aku pun
semakin mendekatkan diri padanya karena
memang pada dasarnya aku takut menonton
adegan perang.
Dari ujung mataku, aku merasakan pria di
sebelahku memandangi kami (atau aku?). Karena
pria itu hanya sebentar saja memandangi kami,
aku tak menggubrisnya. Akan tetapi makin lama,
pria itu semakin sering dan semakin lama
memandangi kami. Aku menyempatkan diri
untuk melirik ke arahnya dan benar dugaanku
bahwa pria itu memang memandangi kami, atau
lebih tepatnya ia memandangi aku.
Walau merasa risih, aku memutuskan untuk
mengacuhkan pria itu. Untunglah film itu terus
menerus mengetengahkan adegan-adegan yang
seru sehingga aku dapat dengan mudah
melupakan pria itu.
Film telah berlangsung hampir setengahnya.
Michael berkata bahwa ia ingin buang air kecil.
Dalam gelap, ia meninggalkanku (kebetulan film
bukan sedang adegan yang seru).
Setelah Michael hilang dari pandanganku, tiba-tiba
pria itu menepuk lenganku dan berkata, “Sudah
baca bukunya?”
Aku terlonjak karena kaget tiba-tiba diajak ngobrol
seperti itu di tengah pemutaran film. Seingatku
aku tidak pernah berbicara dengan orang asing di
dalam bioskop (apalagi saat film sedang
berlangsung).
Aku mengira-ngira apa yang dimaksud dengan
pertanyaan pria itu. Aku rasa ia menanyakan
tentang buku Lord Of The Ring 3. Aku menjawab
singkat, “Belum.”
Entah mengapa jantungku jadi berdebar kencang.
Ada perasaan aneh yang menyelimuti hatiku.
Campuran antara kaget, curiga, penasaran dan…
takut. Dari awal berbicara denganku, pria itu
menatap mataku dalam-dalam seperti sedang
membaca pikiran dalam benakku.
“Sayang sekali. Baca dulu deh, baru bisa lebih
menikmati filmnya,” pria itu menyanggah dengan
suara yang dalam namun pelan.
Setelah itu ia kembali menatap ke depan dan
meneruskan menonton. Aku ditinggalkan dalam
perasaan yang tidak menentu dan agak kosong.
Anehnya aku merasa seperti ingin menangis.
Pada saat itulah Michael kembali.
Aku tidak menceritakan kejadian aneh itu
kepadanya. Mungkin karena aku tidak ingin
mengganggu kenikmatannya menonton film itu.
Tapi alasan yang lebih menonjol adalah timbulnya
rasa takut untuk menceritakannya kepada pacarku
saat itu.
Aku berusaha untuk menonton lagi walau
pikiranku terus melayang ke sana kemari. Ketika
pikiranku berputar-putar tak tentu arah, tiba-tiba
aku merasakan ada yang menyentuh pundak
kananku.
Awalnya aku mengira Michael yang
menyentuhnya. Tetapi setelah kuperhatikan, ia
sama sekali tidak bergerak (ia masih serius
memperhatikan layar bioskop).
Aku melihat ke belakangku. Tidak ada apa-apa
karena memang kami duduk di baris paling
belakang. Aku melihat ke sebelah kananku dan
mendapati pria itu sedang menonton dengan asik
bersama istrinya.
Setelah lelah mencari-cari, aku kembali
menonton. Dalam hati aku masih mencari-cari
apa yang menyentuh pundakku itu. Tadi aku
benar-benar merasakan sebuah tangan
menyentuh pundakku. Aku yakin benar. Namun
aku jadi bingung karena tidak melihat adanya
orang lain di sekitarku yang mungkin
melakukannya.
Kepalaku menjadi pusing dan berputar. Aku
merasa mual dan tidak enak badan. Aku menutup
mataku untuk menenangkan pikiranku. Beberapa
detik kemudian, aku merasakan diriku seperti
sedang mengapung di air yang sejuk dan tenang.
Semua perasaan tak enak tadi sekonyong-
konyong lenyap begitu saja dan digantikan
dengan perasaan nyaman dan santai.
Mataku masih terpejam pada saat aku kembali
merasakan sebuah tangan menjamah pundak
kananku. Aku berusaha untuk tetap tenang. Aku
melirik ke pria di kananku. Ia duduk berdempetan
dengan istrinya. Pria itu sedang merangkul
pundak istrinya.
Kecurigaanku padanya langsung hilang begitu
mengetahui ia tidak sedang berada dekat dengan
tubuhku. Aku menengok ke Michael dan juga
mendapati ia sedang asyik menonton. Dengan
adanya perasaan sebuah tangan sedang
merangkul pundakku, aku meneruskan
menonton sambil mencoba untuk tidak
memikirkan hal itu. Usahaku sia-sia.
‘Tangan’ di pundak kananku bergerak-gerak ke
atas dan ke bawah seperti sedang mengusap-
usap lembut tubuhku. Kemudian aku merasakan
ada angin hangat berhembus perlahan meniup
bagian kiri leherku.
Aku langsung menengok ke arah datangnya
angin itu. Tidak ada apa-apa. Michael sedang
duduk melipat tangan di depan dadanya sambil
bersilang kaki.
Belum sempat aku berpikir lebih jauh, aku
merasakan leherku dijilat. Ya, aku benar-benar
merasakan sebuah lidah yang hangat dan basah
menyapu leherku itu. Bulu kudukku spontan
meremang.
Langsung aku menengok lagi sambil mengusap
leherku pada bekas jilatan itu. Kering. Tidak basah
sama sekali. Dan tidak ada apa-apa di sampingku.
Michael rupanya agak terganggu dengan
kegelisahanku. Dia menanyakan ada apa. Aku
tidak memberitahukannya. Aku menyuruhnya
untuk kembali menonton.
Michael kembali menonton. Ia menggenggam
tangan kiriku dan mendekatkan tubuhnya
sehingga lengan kanannya menempel dengan
lengan kiriku. Aku masih merasakan pundak
kananku dirangkul oleh ‘tangan’ yang tak nampak.
Dalam posisi yang lebih dekat dengan pacarku,
aku bisa menjadi lebih tenang. Namun perasaan
tenang itu hanya sebentar.
Kuping kiriku dikecup dengan lembut. Aku
menengok ke kiri. Tetap saja tidak ada apa-apa
selain Michael yang sedang menatap serius layar
di depan.
Aku mulai panik. Jangan-jangan ada mahluk halus
di dalam bioskop itu, pikirku. Aku merasakan
kembali kecupan itu. Mulai dari telingaku lalu
bergerak ke bagian belakangnya.
Pada saat kecupan itu menghampiri belakang
telingaku, darahku mendesir dengan kuat.
Jantungku berdebar. Hanya Michael (dan diriku
tentunya) yang tahu bahwa belakang telinga
merupakan titik erogenku (erogen = daerah pada
tubuh yang sensitif terhadap rangsangan sexual).
Aku melepaskan nafas yang panjang melalui
mulutku sambil mengubah posisi duduk. Michael
melihat perubahan pada diriku. Tentu ia mengira
aku bosan karena setelah itu ia mengusap-usap
tanganku yang digenggamnya.
Entah apa yang sedang terjadi pada diriku. Hanya
karena Michael mengusap-usapkan jari-jarinya di
tanganku, aku menjadi terangsang. Hal seperti ini
belum pernah terjadi sebelumnya. Walau kami
sudah berpacaran lebih dari setahun, aku tidak
pernah berbuat jauh selama berpacaran dengan
Michael. Tidak pernah melebihi ciuman di kening,
pipi dan bibir. Aku tahu sebenarnya diriku
tergolong gadis yang tidak tertarik akan hal-hal
yang berbau sex, boleh dibilang: frigid.
Baru akhir-akhir ini saja aku mulai melayani
Michael dengan tanganku. Pertama kali
memegang penisnya, aku merasa risih dan agak
jijik. Namun setelah melakukannya dua atau tiga
kali, aku dapat mengatasi perasaan tersebut.
Hal yang paling menarik dalam memberi Michael
‘hand-job’ adalah pada saat dirinya berejakulasi.
Melihat dirinya mengejang-ngejang sangatlah
menarik dan sexy. Juga sebelumnya aku tidak
pernah membayangkan seorang pria dapat
menyemprotkan cairan seperti itu.
Michael pernah memintaku untuk menghisap
kemaluannya. Tentu saja aku tolak. Dan
untunglah sampai saat ini ia tidak pernah
memintanya lagi.
Michael juga tidak pernah menjamah tubuhku.
Sentuhan-sentuhannya paling hanya berkisar
pada lengan dan wajahku. Aku tidak akan
mengijinkannya menjamah dadaku terlebih lagi
kemaluanku, dan ia tahu itu. Aku takut kami tidak
dapat mengendalikan diri sehingga akhirnya kami
kebobolan. Aku ingin agar hubungan sex kami
dilakukan pada malam pertama yang sakral.
Singkat kata, kami menerapkan sistem
berpacaran yang ketat dan konservatif. Sampai
saat ini aku masih perawan dan begitu pula
Michael (setidaknya ia mengaku demikian).
Michael merupakan pacar pertamaku sedangkan
Michael sebelumnya sudah pernah satu kali
berpacaran. Jadi saat itu adalah pertama kalinya
aku mendapatkan ‘kecupan’ di belakang kuping.
Michael pernah menyentuhnya dengan ujung
jarinya dan itu saja sudah membuatku berdebar.
Aku tidak dapat berpikir banyak. Biasanya aku
dapat mengatasi dorongan sexualku namun saat
itu aku seakan jatuh ke dalam aliran sungai birahi
yang deras dan hanyut terbawa arusnya.
Jantungku serasa akan mau copot pada saat
kecupan itu bergerak turun ke leherku. Aku
mengerang sedikit karena saat sadar apa yang
kuperbuat, aku segera menghentikan eranganku.
Michael tidak mendengar eranganku tadi.
Aku menoleh ke kanan untuk melihat apakah pria
itu mendengar eranganku tadi. Rupanya pria itu
sedang mencumbu istrinya. Bagus, pikirku.
Dengan demikian ia tidak akan melihat atau
mendengarkan diriku.
Sebenarnya aku agak risih berada di samping pria
yang sedang mencumbu istrinya itu. Walau
demikian aku mencuri-curi pandang ke arah pria
itu untuk melihat apa yang sedang dilakukannya.
Lewat ujung mataku, diam-diam aku
memperhatikan sepasang insan yang sedang
bercumbu itu.
Pria itu sedang menciumi leher istrinya. Tangan
kanannya dirangkulkannya ke pundak istrinya.
Istrinya terlihat sangat menikmati.
Saat tangan kiri pria itu memegang lengan kiri
istrinya, aku juga merasakan ada sebuah tangan
menyentuh bagian atas lengan kiriku. Aku kaget
memikirkan kemungkinan yang terjadi saat itu.
Tangan kiri pria itu menggenggam erat lengan
kanan istrinya. Genggaman pada lengan kananku
juga bertambah. Kecurigaanku semakin kuat.

Entah bagaimana, semua perbuatan pria itu pada
istrinya juga dirasakan oleh tubuhku. Aku sangat
takut. Memikirkan kemungkinan yang dapat
terjadi kemudian, jantungku seperti berhenti
berdetak.
Perasaan pusing dan berputar itu kembali muncul
seiring dengan usahaku untuk ‘membebaskan
diri’. Semakin aku berusaha, kepalaku semakin
sakit.
Akhirnya aku menyerah dan tidak memberikan
perlawanan lagi. Aku membiarkan semua
‘perasaan’ yang muncul saat itu.
Pria itu menarik wajah istrinya mendekat lalu
memagut bibirnya. Pagutan mulut pria itu pada
istrinya terasa jelas pada bibir mulutku. Setiap
sentuhan, tekanan serta usapan bibir dan lidah
pria itu semua kurasakan pada bibir dan mulutku.
Aku menutup mulutku rapat-rapat namun masih
saja merasakan pagutan yang kian memanas.
Aku tahu lidah pria itu sedang bermain-main
dengan lidah istrinya karena lidahku pun
merasakan sensasi itu. Mendapati diriku
menikmati semua itu membuat malu diriku. Aku
belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini
pada saat berciuman dengan Michael.
Setelah pria itu melepaskan mulutnya dari bibir
istrinya, wanita itu tampak terengah-engah.
Sialnya, aku pun mengalami hal yang sama.
Dadaku naik turun terengah-engah, seperti baru
selesai berlari.
Untunglah sampai saat itu, baik pria itu maupun
Michael tidak memperhatikan diriku. Lalu
pemikiran itu muncul. Jangan-jangan pria di
sebelahku itu memang sedang mengguna-gunai
aku dengan pelet, hipnotis, guna-guna atau hal-
hal lain yang sejenisnya. Jika benar demikian,
berarti seharusnya ia tahu apa yang sedang
terjadi pada diriku.
Aku teringat perkataan pendetaku di gereja,
bahwa orang beriman tidak bisa kena guna-guna
atau pelet. Hatiku mencelos. Sudah sekian lama
aku tidak beribadah kepada Tuhan. Seharusnya
dua minggu lalu, aku menerima ajakan temanku
untuk ke gereja bersamanya. Namun aku malah
pergi bersenang-senang ke mall.
Penyesalanku menguap dengan cepat pada saat
aku merasakan payudaraku ‘dijamah’. Jamahan
itu tidak terlalu terasa. Aku melirik ke kanan. Pria
itu sedang menggerayangi dada istrinya.
Untungnya aku tidak terlalu merasakan apa-apa
pada saat itu. Belum pernah aku disentuh oleh
orang lain pada daerah dadaku. Boleh dikatakan
saat itu merupakan pertama kalinya aku
merasakan sentuhan (walau secara tak langsung)
pada payudaraku. Dan rupanya tidak senikmat
seperti yang kudengar dari omongan orang.
Akan tetapi aku harus segera meralat pendapatku
itu. Pria itu memasukkan tangannya ke dalam
kemeja istrinya. Tangannya hilang di balik kemeja
tersebut sehingga aku tidak tahu apa yang sedang
dilakukannya.
Detik berikutnya sungguh membuatku
melambung tinggi. Aku merasakan dengan
sangat jelas, jari-jari pria itu memuntir lembut
puting susu istrinya. Aku memejamkan mataku
sambil mengatur nafasku yang mulai tak teratur
karena secara tak langsung aku pun merasakan
jemari pria itu menari-nari pada payudara dan
puting susuku.
Sejenak aku merasa jijik pada pria itu tetapi
setelah beberapa saat perasaan yang tinggal
hanyalah birahi semata. Selama ini aku mengira
bahwa aku tidak akan pernah menikmati hal-hal
sexual seperti ini. Sekarang aku merasakan yang
sebaliknya.
Pilinan jari-jari pria itu membuat darahku lebih
menggelegak dibanding sensasi dari ciuman di
belakang telingaku. Aku tidak pernah menyadari
bahwa payudaraku (terutama putingnya) sangat
sensitif. Sejak saat itu aku baru tahu bahwa
daerah payudara juga merupakan titik erogen
pada tubuhku.
Belum sempat aku mengikuti pacu detak
jantungku, aku merasakan pria itu menyentuh
bagian dalam paha istrinya. Kemudian pria itu
mengusap kemaluan istrinya. Usapannya terasa
seperti terhalang sesuatu (yang akhirnya kutahu
bahwa ia mengusap kemaluan istrinya yang
masih tertutup celana dalam).
Aku membuka mataku dan menoleh sedikit ke
arah pria itu untuk melihat apa yang sedang
dilakukannya. Dengan tangan kanannya, ia
memain-mainkan payudara istrinya dan tangan
kirinya merogoh selangkangan istrinya. Saat
itulah aku dapat dengan lebih jelas melihat
istrinya.
Wanita itu sangat cantik (jauh lebih cantik dariku).
Bila ia mengaku dirinya artis dengan mudah aku
akan percaya. Kulitnya sedikit lebih putih
dibanding suaminya namun masih lebih gelap
dari kulitku. Rambutnya panjang agak ikal. Dari
wajahnya ia terlihat begitu menikmati sentuhan-
sentuhan suaminya (yang secara tak langsung
juga kunikmati). Ia mengenakan kemeja yang
sudah terbuka kancing-kancingnya dan memakai
rok pendek.
Kemudian dari balik celana jeans yang kukenakan
saat itu, aku merasakan sebuah jari (yang sangat
panjang) mengusap sekujur bibir kemaluanku.
Usapan itu terasa begitu panjang dan lama. Aku
sempat menggigil karena terjangan sensasi yang
menghambur dari selangkanganku menyebar
dengan cepat ke seluruh tubuh.
Tanpa pikir panjang, aku langsung berdiri dan
berlari meninggalkan bioskop itu. Aku tidak
mengatakan apa-apa pada Michael. Lagipula ia
sedang asik menonton (waktu itu sedang adegan
perang yang terakhir).
Aku melompati dua anak tangga sekaligus untuk
keluar dari ruangan itu. Aku bergegas menuju
WC berharap semua sensasi pada tubuhku dapat
hilang seiring dengan menjauhnya diriku dengan
pria itu. Dugaanku salah.
Sepanjang jalan menuju WC, aku terus
merasakan pria itu mengoles-oles jarinya di
sepanjang bibir kemaluan istrinya. Sedikit demi
sedikit jarinya semakin masuk lebih dalam. Cukup
sudah, pikirku. Hentikan! Aku tak tahan lagi
terhadap gemuruh birahi dalam tubuhku.
Aku merasa liang kewanitaanku menjadi agak
basah. Aku hampir tidak pernah ‘basah’ di bawah
sana bahkan pada saat sedang berciuman dengan
Michael. Paling sesekali aku menjadi ‘basah’ pada
saat sedang memberikan ‘hand-job’ pada Michael.
Pintu WC kubuka dan aku lega karena tidak ada
orang di dalamnya. Aku masuk ke salah satu
ruang toilet dan segera menguncinya. Pada saat
itulah aku tersentak karena kaget dan sedikit sakit.
Pria itu memasukkan jarinya ke dalam vagina
istrinya. Aku merasa jari itu begitu besar dan
panjang seakan menyentuh ujung rahimku.
Untuk sesaat jari itu tidak bergerak di dalam
vagina istrinya. Bukan hanya jari itu yang tidak
bergerak, tubuhku juga tidak bergerak karena
shock.
Aku merasakan jari pria itu jelas-jelas menembus
liang kewanitaanku yang berarti selaput daraku
sudah sobek. Setelah dapat menguasai diriku
kembali, aku segera membuka celana jeansku
untuk melihat apakah ada darah yang keluar dari
kemaluanku. Tidak ada. Tidak ada bercak merah
pada celana dalamku. Yang ada hanya cairan
bening (agak putih) yang keluar dari kemaluanku
sebagai pelumas.
Tak lama setelah itu, secara perlahan ia
menggerak-gerakkan ujung jarinya seperti
sedang mengorek-ngorek. Kakiku menjadi lemas
seakan berubah menjadi agar-agar. Aku segera
duduk di closet untuk menenangkan diri.
Nafasku semakin memburu. Desahan demi
desahan keluar dari mulutku seiring dengan
gerakan ujung jari itu. Seluruh tubuhku terasa
panas dan gerah.
Gerakan jari pria itu sekarang berubah menjadi
gerakan maju dan mundur. Gerakannya sangat
pelan namun sensasi gesekan kulit jari pria yang
besar itu terasa begitu jelas pada dinding
vaginaku. Seakan jari pria itu benar-benar maju
mundur dalam diriku.
Bersamaan dengan itu, aku mendengar pintu WC
dibuka dan terdengar seseorang masuk. Aku
menutup kuat-kuat mulutku sendiri dengan kedua
tanganku. Aku tidak ingin orang lain mendengar
aku mendesah-desah di dalam toilet.
Sulit sekali menghiraukan rangsangan yang
begitu hebat yang melanda tubuhku saat itu. Aku
berkali-kali harus menggigit bibir bawahku agar
tidak bersuara.
Pria itu sedikit mempercepat gerakan jarinya
namun semakin lama hujaman jarinya itu terasa
semakin mendalam. Pintu WC kembali dibuka.
Aku masih menekap mulutku dengan kedua
tanganku sambil mendengar apakah benar orang
yang tadi masuk sudah keluar (atau jangan-
jangan ada orang lain lagi yang masuk ke WC).
Setelah memastikan tidak ada orang lain di dalam
WC, aku melepaskan kedua tanganku dari atas
mulutku dan kembali ‘bersuara’. Rupanya pria itu
sudah tidak memain-mainkan payudara istrinya
karena aku baru saja merasakan tangan yang
satunya memilin klitoris istrinya. Saat itu pula aku
mengerang keras (aku tak peduli lagi apakah ada
yang mendengar).
Luar biasa! Benar-benar luar biasa! Aku bergetar
karena terangsang dan juga malu karena
menikmati semua itu. Jika aku tidak berkeinginan
kuat untuk memegang komitmen menjaga
keperawananku sampai menikah, aku benar-
benar ingin mencoba berhubungan sex dengan
Michael setelah ini.
Pria itu menghujamkan jarinya dalam-dalam dan
diam tidak bergerak. Lalu ujung jarinya bergetar-
getar kecil. Wow, aku benar-benar dibawa
melambung semakin tinggi. Lalu seperti tiba-tiba,
pria itu mengeluarkan jarinya. Dalam hatiku
berkecamuk perasaan antara lega dan kesal
karena semua itu kelihatannya sudah berakhir.
Aku terdiam. Dorongan sexual masih berkobar
dalam diriku. Namun aku terus berusaha untuk
menurunkan tekanan dalam diriku itu. Lima menit
aku seperti terkulai lemas tak berdaya duduk di
closet sambil mengejap-ngejapkan mataku dan
mengatur nafasku yang menderu-deru.
Pada saat aku masuk ke bioskop kembali ke
tempat dudukku, aku hampir tak berani menatap
pria itu. Dari ujung mataku aku merasa ia
memandangi aku dengan senyum penuh
kemenangan. Segera aku duduk dan memeluk
lengan pacarku.
Dua puluh menit kemudian film berakhir. Aku
mengajak Michael untuk segera meninggalkan
ruangan itu sehingga tidak perlu bertatapan
dengan pria di sebelahku. Michael menurut saja.
Akhirnya kami bergabung dengan gerombolan
orang-orang yang berdesakan ingin segera keluar
dari bioskop. Pria itu dan istrinya tidak beranjak
dari tempat duduknya. Betapa leganya aku
mengetahui semuanya itu sudah berakhir.
Namun sekali lagi aku salah. Setelah keluar dari
ruangan itu, kami tidak langsung pulang (walau
sudah malam). Kami berjalan-jalan di mall.
Kebetulan aku hendak membeli kemeja untuk
kerja (maklum aku baru kerja satu bulan).
Sekitar satu jam setelah keluar dari bioskop, selagi
kami berjalan-jalan di Departemen Store, tiba-tiba
aku mulai merasakan sensasi seperti tadi di dalam
bioskop. Payudaraku terasa seperti diremas-
remas. Kali ini remasan itu terasa pada kedua
payudaraku.
Hatiku mencelos dan berpikir jangan-jangan pria
itu kembali bercumbu dengan istrinya. Namun
kali ini ia melakukannya tanpa ‘foreplay’ terlebih
dahulu.
Hanya selang beberapa menit aku kembali
dikuasai oleh birahiku yang meletup-letup. Michael
yang kugandeng sedari tadi belum menyadari
perubahan pada diriku.
Namun pada saat aku merasakan jari pria itu
menyentuh kemaluan istrinya, aku terdiam dan
berdiri tegang. Michael tersentak karena aku
berhenti secara tiba-tiba. Ia menanyakan ada apa.
Aku belum bisa menjawabnya. Mulutku kelu dan
hatiku berdebar keras. Aku hanya dapat berharap
ia tidak mendengar dentum jantungku.
Sepuluh detik kemudian aku memberi alasan
bahwa aku teringat akan suatu hal namun sudah
lupa lagi saat itu. Michael tampaknya
mempercayainya.
Jari pria itu secara perlahan membuka mulut bibir
vagina istrinya, aku dapat merasakan tiap
sentuhannya. Dengan sangat amat perlahan jari
itu menembus masuk ke dalam liang
kewanitaannya. Aku harus berpegangan erat
pada rak (tempat digelarnya baju-baju obral) agar
tidak jatuh. Michael masih tidak
memperhatikanku.
Jari itu terasa begitu besar bahkan terasa lebih
sakit dari saat jarinya pertama kali menembus
vaginanya tadi di bioskop. Tiba-tiba aku baru
menyadari bahwa yang masuk ke dalam liang
kewanitaannya itu bukanlah jari melainkan penis.
Memikirkan hal itu membuat jantungku seperti
dihempas dari atas gedung lantai 10. Seperti
inikah rasanya bila penis seorang pria menerobos
masuk ke dalam diriku. Sakit. Otot-otot vaginaku
terasa seperti akan robek.
Detik-detik berikutnya sama sekali tidak dapat
kuduga bahwa ada sensasi yang begitu nikmat
dalam hidup. Pria itu menggerak-gerakkan
penisnya maju mundur. Bersamaan dengan itu,
ia memain-mainkan klitoris istrinya.
Serta merta lututku langsung terasa hampa dan
aku terpuruk jatuh ke lantai seperti boneka tali
yang diputuskan tali penyangganya. Michael panik
melihat diriku yang terjatuh itu, namun tidak
sepanik diriku. Beberapa orang di sekitar kami,
memandangi aku dengan pandangan bingung.
Aku berusaha bangun tapi sensasi kenikmatan itu
terus menghantam diriku bertubi-tubi sehingga
semua usahaku sia-sia. Rasa takut dan malu
mulai menyelimuti hatiku. Jangan sampai orang-
orang itu tahu apa yang sedang terjadi. Oh
Tuhan, apa yang sedang terjadi pada diriku, aku
membatin.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku mulai berdoa,
meminta ampun pada Tuhan dan mohon
pertolonganNya. Sekejap mata semua sensasi itu
lenyap musnah.
Michael sudah berhasil memapah aku untuk
berdiri. Aku juga sudah dapat menguasai diri lagi.
Sebelum sempat ia bertanya, aku memberi alasan
bahwa aku kurang enak badan dan minta segera
diantar pulang.
Sesampai di rumah Michael kusuruh segera
pulang (karena sudah larut malam). Aku segera
masuk ke dalam kamar dan bersiap tidur. Aku
kembali memikirkan apa yang terjadi tadi. Malam
itu aku mendapat pengalaman yang benar-benar
tak dapat kulupakan.
Aku tahu aku masih perawan (secara fisik) namun
secara batiniah aku merasa keperawananku telah
direnggut oleh pria itu. Walaupun begitu aku
bersyukur tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk
tadi. Aku juga berjanji untuk lebih mempertebal
imanku sehingga tidak mudah diguna-guna oleh
orang lain.
Anehnya terlintas sekelebat di benakku agar dapat
merasakan kembali apa yang telah aku rasakan di
mall tadi. Apa ruginya, pikirku. Selaput daraku
masih utuh namun aku dapat merasakan
nikmatnya berhubungan sex dengan pria. Namun
mengingat janjiku kepada Tuhan barusan, aku
membuang jauh-jauh pikiran itu.
Sekarang aku tidak lagi menilai diriku sebagai
wanita frigid. Aku merasa nyaman dengan
sexualitas diriku dan kini aku lebih terbuka akan
hal-hal yang berbau sex. Tetapi aku tetap saja
menerapkan sistem berpacaran yang ketat dan
konvensional pada Michael, pacarku.
Sampai saat ini pun, aku tidak menceritakan
pengalamanku itu kepada Michael. Ada hal-hal
yang lebih baik dibiarkan tak diucapkan,
menurutku.


Adult | GO HOME | Exit
1/739
U-ON

inc Powered by Xtgem.com